HALAMAN

Rabu, 26 Januari 2011

LUNTURNYA MAKNA PERKAWINAN

Perkawinan adalah pertemuan yang teratur antara pria dan wanita di bawah satu atap,untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu,baik yang bersifat biologis,psikologis,sosial,ekonomi,maupun budaya bagi masing-masing dan bagi keduanya secara bersama-sama.Juga bagi masyarakat di mana mereka hidup,serta bagi kemanusiaan secara keseluruhan.

Perkawinan adalah akad yang disepakati oleh seorang wanita dan seorang pria,untuk bersama-sama mengikat diri,hidup bersama dan saling kasih mengasihi demi kebaikan keduanya,dan anak-anak mereka,sesuai dengan batas-batas yang ditentukan oleh hukum.

Perkawinan secara hukum baru dapat dilaksanakan apabila memenuhi persyaratan tertentu.Hukum itu sendiri bertujuan untuk menjadikan pernikahan sebagai asas yang tepat untuk membina keluarga yang sehat dan kuat.

Pada masa primitif tidak dikenal pernikahan atau perkawinan dalam pengertian kehidupan pria dan wanita secara teratur,di bawah satu atap untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.Akan tetapi yang dikenal pada masa primitif itu ialah perkawinan dalam pengertian pertemuan antara pria dan wanita sehingga terpenuhi satu kebutuhan biologis yang terwujud lewat nurani seksual.

Kebutuhan seksual dapat dipenuhi dan buahnya dapat dipetik,yaitu janin yang ada dalam rahim yang segera lahir tanpa atau diketahui bapaknya.Masalah demikian tidaklah menarik bagi manusia pada masa primitif.Tetapi justru yang menjadi perhatian mereka adalah bahwa anak ini merupakan sumber kekuatan yang kedatangannya di tunggu-tunggu untuk menghadapi
bencana.Sebab pada masa itu amatlah banyak bencana,sehingga sangat dibutuhkan tangan kuat yang dipersiapkan untuk bekerja.Kemudian pada masa itu wanita juga merupakan suatu kekuatan,karena dia dapat melahirkan kekuatan lewat janin yang dikandungnya,yang sangat berguna untuk menjalani kehidupan.

Masyarakat primitif terus melangkah menuju kebudayaan.Usaha ini dimulai dengan menyatukan anak dengan ayahnya dan pembentukan keluarga untuk membesarkan anak tersebut.Yang demikian ini pertama sekali terjadi dengan cara si pria mencari wanita untuk dijadikan isterinya,dengan mengharuskan kehidupan baru bagi isteri tersebut.

Namun pembentukan keluarga seperti ini juga merupakan suatu tragedi,karena sang pria telah melakukan pencurian sumber kekuatan.Adu kekuatan dan saling serang tak dapat dihindari,darahpun tumpah.Akhirnya,pembentukan keluarga diselesaikan dengan tajamnya ujung-ujung tombak yang diiringi genderang perang.

Lalu situasipun berubah.Perampasan yang ada pada awalnya dibenci ini beralih menjadi perampasan besar-besaran.

Ketika itu kepala-kepala suku lebih suka beristri banyak dan anak-anak gadis mereka dikawinkan dengan anggota suku sendiri.Mereka menganggap bahwa istri itu dapat memecahkan masalah kekurangan pria,dan sumber alami yang ada (wanita) dalam sukunya tidak akan sia-sia.Sedangkan perkawinan dengan suku luar,mereka anggap sebagai menyia-nyiakan sumber alami tersebut.

Pemikiran mengawinkan anak gadis dengan suku luar,bermula dari kesadaran mereka bahwa peperangan panjang lebih banyak
menimbulkan kerugian serta kelelahan dari pada manfaatnya.Mereka mulai mendambakan kedamaian.Dan perkawinan seperti ini dianggap semacam hubungan diplomasi antara suku yang satu dengan yang lain.Atau setidaknya,perkawinan diplomasi ini menjadi jaminan untuk menutup salah satu kancah peperangan.

Demikianlah sepintas tentang hakikat perkawinan pada masa primitif,yang sumbernya ambil dari terjemahan kitab Al-Usrah Al-murlimah wa Al-usrah Al-Mu'Ashirah karangan Dr.Abdul Ghani 'Abud.

Di zaman kini,perkawinan bebagai telah mengalami primitifisasi.Ini ditandai dengan banyaknya orang yang menikah,yang semata-mata hanya demi mengejar kepuasan biologis,bahkan juga dengan tujuan kepentingan materi.Banyak pasangan yang mengikatkan diri dalam satu ikatan perkawinan,namun nyatanya mereka enggan memiliki momongan.Atau lebih parah lagi,banyak kaum wanita yang enggan bersuami,melahirkan,dan memiki anak.Mereka lebih senang hidup secara mandiri (single parent).Bagi golongan wanita ini,kehidupan materi jauh lebih berarti.Mereka mengejar karir,menumpuk uang,dan senang berpakaian serba glamor.

Celakanya,mereka yang menjalani proses perkawinan dalam arti yang sebenarnya,kadangkala juga banyak yang terbadai di tengah jalan.Lihatlah,berapa banyak pasangan selebritis kita yang terpaksa harus memilih jalan perceraian.Rumah tangga hanya mereka bangun sesaat,harus kandas dengan duri-duri yang menyakitkan.

Jodoh memang di tangan Tuhan! Tapi,ini bukanlah suatu alasan untuk seenaknya mempermainkan status perkawinan yang dibangun
di atas sendi-sendi agama.Meski perceraian itu halal menurut norma agama apapun,namun selayaknya hal ini dapat dihindari.

Nyatanya,memang tak mudah mempertahankan sebuah ikatan perkawinan yang hanya dibangun dengan dasar cinta birahi atau dengan motivasi materi.Perkawinan akan jauh lebih bermakna jika didasari dengan sikap saling pengertian,saling memberi,dan saling mengasihi.Lebih dari itu,keinginan untuk berkorban kepada pasangan yang dicintai,merupakan kunci utama langgengnya sebuah rumah tangga.Pengorbanan yang dimaksud tentu bukan hanya sebatas materi,namun juga perasaan (psikologis).

Apalah daya,siapapun tak mudah berkorban perasaan.Dan,dari sinilah badai perkawinan dimulai.Ketika suami memiliki WIL,atau si isteri memiliki PIL,maka rumah tangga bagaikan telah kiamat.Seakan semua jalan telah buntu,hingga akhirnya perceraianlah yang jadi pilihan.Masalah yang ada di belakang tak jadi hitungan,yang penting bagi mereka puas melampiaskan rasa dendam masing-masing.Karena itulah akhirnya banyak anak yang menjadi korban,padahal mereka adalah titipan Tuhan yang harus dijaga dengan baik.

Disamping WIL dan PIL,kasus-kasus perceraian juga banyak didominasi oleh masalah ekonomi.Hal ini harusnya tidak mesti menjadi awal kiamat bagi sebuah rumah tangga.Dengan dialog yang baik dan sikap saling memberi dan menerima,tentu saja akan bisa diselesaikan.

Siapapun yang memutuskan dirinya masuk ke dalam jenjang perkawinan,dia harus siap mengurai benang kusus pertentangan demi pertentangan yang akan
muncul.Kedewasaan menjadi kunci dari semuanya.

Namun,jika perkawinan memang terancam kiamat,bukan berarti tak ada cara untuk menyelesaikannya.Seperti kata pepatah, "banyak jalan menuju roma."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar