Perkawinan adalah pertemuan yang
teratur antara pria dan wanita di bawah satu atap,untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan tertentu,baik yang bersifat
biologis,psikologis,sosial,ekonomi,maupun budaya bagi masing-masing dan
bagi keduanya secara bersama-sama.Juga bagi masyarakat di mana mereka
hidup,serta bagi kemanusiaan secara keseluruhan.
Perkawinan adalah akad yang disepakati oleh seorang wanita dan seorang
pria,untuk bersama-sama mengikat diri,hidup bersama dan saling kasih
mengasihi demi kebaikan keduanya,dan anak-anak mereka,sesuai dengan
batas-batas yang ditentukan oleh hukum.
Perkawinan secara hukum baru dapat dilaksanakan apabila memenuhi
persyaratan tertentu.Hukum itu sendiri bertujuan untuk menjadikan
pernikahan sebagai asas yang tepat untuk membina keluarga yang sehat dan
kuat.
Pada masa primitif tidak dikenal pernikahan atau perkawinan dalam
pengertian kehidupan pria dan wanita secara teratur,di bawah satu atap
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu.Akan tetapi yang dikenal
pada masa primitif itu ialah perkawinan dalam pengertian pertemuan
antara pria dan wanita sehingga terpenuhi satu kebutuhan biologis yang
terwujud lewat nurani seksual.
Kebutuhan seksual dapat dipenuhi dan buahnya dapat dipetik,yaitu janin
yang ada dalam rahim yang segera lahir tanpa atau diketahui
bapaknya.Masalah demikian tidaklah menarik bagi manusia pada masa
primitif.Tetapi justru yang menjadi perhatian mereka adalah bahwa anak
ini merupakan sumber kekuatan yang kedatangannya di tunggu-tunggu untuk
menghadapi
bencana.Sebab pada masa itu amatlah banyak bencana,sehingga sangat
dibutuhkan tangan kuat yang dipersiapkan untuk bekerja.Kemudian pada
masa itu wanita juga merupakan suatu kekuatan,karena dia dapat
melahirkan kekuatan lewat janin yang dikandungnya,yang sangat berguna
untuk menjalani kehidupan.
Masyarakat primitif terus melangkah menuju kebudayaan.Usaha ini dimulai
dengan menyatukan anak dengan ayahnya dan pembentukan keluarga untuk
membesarkan anak tersebut.Yang demikian ini pertama sekali terjadi
dengan cara si pria mencari wanita untuk dijadikan isterinya,dengan
mengharuskan kehidupan baru bagi isteri tersebut.
Namun pembentukan keluarga seperti ini juga merupakan suatu
tragedi,karena sang pria telah melakukan pencurian sumber kekuatan.Adu
kekuatan dan saling serang tak dapat dihindari,darahpun
tumpah.Akhirnya,pembentukan keluarga diselesaikan dengan tajamnya
ujung-ujung tombak yang diiringi genderang perang.
Lalu situasipun berubah.Perampasan yang ada pada awalnya dibenci ini beralih menjadi perampasan besar-besaran.
Ketika itu kepala-kepala suku lebih suka beristri banyak dan anak-anak
gadis mereka dikawinkan dengan anggota suku sendiri.Mereka menganggap
bahwa istri itu dapat memecahkan masalah kekurangan pria,dan sumber
alami yang ada (wanita) dalam sukunya tidak akan sia-sia.Sedangkan
perkawinan dengan suku luar,mereka anggap sebagai menyia-nyiakan sumber
alami tersebut.
Pemikiran mengawinkan anak gadis dengan suku luar,bermula dari kesadaran mereka bahwa peperangan panjang lebih banyak
menimbulkan kerugian serta kelelahan dari pada manfaatnya.Mereka mulai
mendambakan kedamaian.Dan perkawinan seperti ini dianggap semacam
hubungan diplomasi antara suku yang satu dengan yang lain.Atau
setidaknya,perkawinan diplomasi ini menjadi jaminan untuk menutup salah
satu kancah peperangan.
Demikianlah sepintas tentang hakikat perkawinan pada masa primitif,yang
sumbernya ambil dari terjemahan kitab Al-Usrah Al-murlimah wa Al-usrah
Al-Mu'Ashirah karangan Dr.Abdul Ghani 'Abud.
Di zaman kini,perkawinan bebagai telah mengalami primitifisasi.Ini
ditandai dengan banyaknya orang yang menikah,yang semata-mata hanya demi
mengejar kepuasan biologis,bahkan juga dengan tujuan kepentingan
materi.Banyak pasangan yang mengikatkan diri dalam satu ikatan
perkawinan,namun nyatanya mereka enggan memiliki momongan.Atau lebih
parah lagi,banyak kaum wanita yang enggan bersuami,melahirkan,dan memiki
anak.Mereka lebih senang hidup secara mandiri (single parent).Bagi
golongan wanita ini,kehidupan materi jauh lebih berarti.Mereka mengejar
karir,menumpuk uang,dan senang berpakaian serba glamor.
Celakanya,mereka yang menjalani proses perkawinan dalam arti yang
sebenarnya,kadangkala juga banyak yang terbadai di tengah
jalan.Lihatlah,berapa banyak pasangan selebritis kita yang terpaksa
harus memilih jalan perceraian.Rumah tangga hanya mereka bangun
sesaat,harus kandas dengan duri-duri yang menyakitkan.
Jodoh memang di tangan Tuhan! Tapi,ini bukanlah suatu alasan untuk seenaknya mempermainkan status perkawinan yang dibangun
di atas sendi-sendi agama.Meski perceraian itu halal menurut norma agama apapun,namun selayaknya hal ini dapat dihindari.
Nyatanya,memang tak mudah mempertahankan sebuah ikatan perkawinan yang
hanya dibangun dengan dasar cinta birahi atau dengan motivasi
materi.Perkawinan akan jauh lebih bermakna jika didasari dengan sikap
saling pengertian,saling memberi,dan saling mengasihi.Lebih dari
itu,keinginan untuk berkorban kepada pasangan yang dicintai,merupakan
kunci utama langgengnya sebuah rumah tangga.Pengorbanan yang dimaksud
tentu bukan hanya sebatas materi,namun juga perasaan (psikologis).
Apalah daya,siapapun tak mudah berkorban perasaan.Dan,dari sinilah badai
perkawinan dimulai.Ketika suami memiliki WIL,atau si isteri memiliki
PIL,maka rumah tangga bagaikan telah kiamat.Seakan semua jalan telah
buntu,hingga akhirnya perceraianlah yang jadi pilihan.Masalah yang ada
di belakang tak jadi hitungan,yang penting bagi mereka puas melampiaskan
rasa dendam masing-masing.Karena itulah akhirnya banyak anak yang
menjadi korban,padahal mereka adalah titipan Tuhan yang harus dijaga
dengan baik.
Disamping WIL dan PIL,kasus-kasus perceraian juga banyak didominasi oleh
masalah ekonomi.Hal ini harusnya tidak mesti menjadi awal kiamat bagi
sebuah rumah tangga.Dengan dialog yang baik dan sikap saling memberi dan
menerima,tentu saja akan bisa diselesaikan.
Siapapun yang memutuskan dirinya masuk ke dalam jenjang perkawinan,dia
harus siap mengurai benang kusus pertentangan demi pertentangan yang
akan
muncul.Kedewasaan menjadi kunci dari semuanya.
Namun,jika
perkawinan memang terancam kiamat,bukan berarti tak ada cara untuk
menyelesaikannya.Seperti kata pepatah, "banyak jalan menuju roma."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar